Empat Hari Digelar, Konferensi LESA 2021 Bahas Pentingnya Strategi Risiko Iklim Guna Menuju Net Zero Carbon

Isu mengenai perubahan iklim yang berdampak pada ekonomi dan sumber daya manusia, serta transisi energi, menjadi masalah yag harus dipikirkan oleh berbagai negara di dunia. Hal ini karena perubaahan iklim ternyata bisa mempengaruhi ekonomi dunia. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi iklim yang tepat dan berkelanjutan agar masalah ini bisa diatasi bersama sama. Inilah yang menjadi topik dalam konferensi Leadership for Enterprise Sustainability Asia (LESA) 2021. Konferensi ini diselenggarakan oleh Asia School of Business (ASB) selama empat hari.

Pada konferensi yang dihadiri lebih dari 9.500 peserta dari 43 negara ini, para pembicara yang berasal dari berbagai negara menekankan kembali pentingnya mengambil tindakan untuk masalah ini agar bisa menghasilkan perangkat literasi berkelanjutan, yang bisa meningkatkan inklusi keuangan di negara-negara di dunia. Di Indonesia sendiri, program-program literasi keuangan berhasil meningkatkan keuangan inklusif Indonesia secara signifikan dibandingkan 2018. Menurut catatan Kementerian Keuangan, kepemilikan rekening bank meningkat 6 percentage point menjadi 61,7 persen pada 2020, begitu juga penggunaan layanan keuangan yang meningkat menjadi 81,4 persen.

Sentimen yang digaungkan oleh para pembicara LESA 2021 adalah bahwa dekade inilah saatnya untuk mengambil tindakan yang menentukan dan kolektif. Setiap tahun, manusia menghabiskan 1,75 kali jumlah sumber daya dunia ini. Ini berarti ada penumpukan hutang yang besar kepada alam, dan ini akan mencapai batasnya. Sementara alam tidak bisa memberikan ‘bailout’. LESA 2021 menjadi platform yang efektif untuk menggaungkan diskusi ini dan belajar langsung dari berbagai studi kasus perusahaan yang terdepan dalam mendorong perubahan menuju agenda keberlanjutan.

“Ada komponen etika yang signifikan dalam sustainability. Salah satu misi ASB adalah mengembangkan pemimpin yang transformatif, berprinsip serta berani mengakui keterbatasannya, sebagai sebuah komponen penting. Selama beberapa minggu terakhir, kita telah melihat berbagai tuduhan tentang para pemimpin yang melakukan ‘greenwashing’. “Kita harus bisa menyampaikan secara langsung dan transparan tentang tantangan dan masalah yang ada, serta memecahkannya. Ini tidak mudah dilakukan, tetapi ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Kami berharap dapat berkontribusi untuk “literasi keberlanjutan” yang lebih besar melalui program pendidikan dan penelitian untuk membekali dan meningkatkan keterampilan para pemimpin,” ujar Prof. Charles Fine (PhD Stanford), CEO, President & Dean of Asia School of Business.

Tema penting lain yang diangkat dalam konferensi ini adalah kebutuhan untuk meningkatkan keterampilan dan mempersiapkan sumber daya manusia yang siap menghadapi perubahan paradigma yang akan segera terjadi. Meskipun usia Gen Z masih muda, mereka dipengaruhi “Efek Greta Thunberg”, yakni gagasan bahwa tidak ada seorang pun yang terlalu kecil untuk membuat sebuah perbedaan. Perusahaan yang memiliki tanggung jawab lingkungan dan sosial akan menjadi perusahaan yang lebih disukai oleh kelompok yang baru ini, yaitu kelompok yang cenderung lebih loyal kepada perusahaan yang sejalan dengan value dan keyakinan mereka. Mengingat sebagian besar negara Asia dan negara berkembang saat ini diuntungkan oleh bonus demografi, yakni tingginya populasi angkatan kerja usia muda, maka perusahaan perlu mempertimbangkan hal ini.

Konferensi yang didukung oleh Maybank dan Sarawak Energy ini diakhiri dengan penyampaian pesan penting dan pengumuman dari LESA 2022 keynote speaker yaitu Andrew McAfee, Co-Founder dan Co-Director Initiative on the Digital Economy, MIT Sloan dan penulis ‘More From Less’.

 

Bagikan Berita :