Perang Seluler Indonesia di Tahun 2022

Tahun 2021 di pergantian malam ini ‘kan berlalu. Blantika teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tahun 2021 di Indonesia, paling tidak ditandai dengan 3 (tiga) patok utama, yaitu : Percepatan Transformasi Digital, Penggelaran perdana seluler 5G, dan Join Ventura PT Indosat Ooredoo & Tri Hutchinson.

Pagebluk covid-19 yang telah berlangsung hampir 2 tahun, memberi dampak kehidupan sosial dan ekonomi yang penuh dengan pembatasan. Kendati begitu, anomalinya memberikan “hikmah” besar bagi penyelenggara jasa internet.

Pembentukan masyarakat informasi yang diramalkan para pakar akan terjadi kurun 4-5 tahun mendatang, secara alamiah terakselerasi oleh pandemi menjadi sebuah keniscayaan dalam waktu 6 bulan saja. Masyarakat kini amat terbiasa dengan WFH, pembelajaran jarak jauh, belanja/pesanan online, telemedikal, dan vicon zoom.

Bukan rahasia lagi, khaos pandemi justru menjadi masa eksistensi bisnis seluler seantero global. Terjadi demand aksesibilitas yang tinggi, pendudukan kanal meningkat dan lalu-lintas konektivtas padat, hingga pada gilirannya revenue pun moncer. Wajar bila karyawan/wati provider seluler dan internet di akhir tahun ini bahagia menikmati bonus jasa produksi. Hanya provider yang ”sial” yang mengklaim dirinya flat growth.

Sesuai instruksi Presiden Jokowi pada 3 Agustus 2020, Indonesia yang daya saing digitalnya berada di peringkat 56 dari 63 dunia mau tak mau dipaksa melakukan aksi nyata. Untuk itu 5 langkah percepatan Transformasi Digital (TD) mulai dilakukan.

Dua program di antaranya adalah harga mati yang harus dilakukan para operator seluler, yaitu peningkatan infrastruktur untuk layanan internet Nasional; dan berpartisipasi aktif dalam pemenuhan 600 ribu tenaga SDM bertalenta digital per tahun atau 9 juta orang dalam 15 tahun ke depan.

Hanya saja, industri seluler Indonesia tidak boleh hanya bertumpu pada Telkomsel. Tiga cellco yang lain semestinya berkomitmen untuk melakukan best effort menebar coveragenya seluas Telkomsel yang telah melakukannya sejak seperempat abad silam.

Lebih dari itu, dengan semangat kolaborasi berbasis Making Indonesia 4.0, BUMN Telkom harus menjadi prime mover penyedia backbone dalam melayani kebutuhan telco dan cellco di Indonesia. Selalu ada prioritas, tapi telekomunikasi sejatinya menabukan diskriminasi layanan. Itulah azas bersaing dan bersanding. Indah sekali.

Layanan 5G macam apakah yang telah eksis di Indonesia? Marilah menolak lupa atas slogan dan promosi yang tempo hari berulang kali diseminarkan. Selular 5G bukanlah sekadar kecepatan upload dan download yang 10 kali 4G LTE.

Ada jejak video digital berupa “janji” dari salah satu cellco kita untuk menghadirkan layanan Artificial Intelligence (AI), Autonomous Vechicle, Augmented Reality, Internet of Sence, dan Robotics dalam program 5G-nya.

Yuk, mari semua itu kita wujudkan “the real 5G” di tahun 2022 yang segera menjelang.

”Peristiwa besar” di penghujung tahun ini adalah pesan kuat dari Jln. Merdeka Barat No.21 Jakarta. Sebagai kelanjutan proses konsolidasi dan merger antara Indosat Ooredoo (Isat Tbk) dan Hutchinson 3 Indonesia (H3I) pada 16 September 2021, maka pada 4 Januari 2022 PT Indosat Ooredoo Hutchinson (IOH) secara resmi akan mulai beroperasi.

Kejutannya adalah masuknya mantan Menkominfo Rudiantara ke dalam jajaran Komisaris IOH. Rudi punya jam terbang yang tinggi di bisnis seluler/telekomunikasi. Ia pernah menjadi Direktur di Telkomsel (1 tahun) dan di Excelcomido XL, pernah menjabat sebagai Komisaris di Telkom dan Indosat, ditambah posisi puncak di pelbagai perusahaan dan BUMN.

Saya kira Rudiantara kelak akan mengotaki strategi pemenangan Indosat dalam persaingan bisnis seluler di tahun 2022 ini. Operator global Ooredoo dan Hutchinson tentu mempunyai pertimbangan matang untuk membawanya bergabung di sana.

Sebagai mantan Menkominfo dan eksekutif cellco, dia pasti hapal betul semua kunci SWOT para Operator di lapangan. Kehadirannya di IOH adalah bak Christiano Ronaldo yang merumput kembali ke Manchester United FC pada 4 bulan yang silam.

Berbeda dengan dukungan masyarakat kepada Timnas sepakbola kita yang amat bernuansa kebangsaan. Bisnis (seluler) adalah persepsi bebas pelanggan, karena ada faktor cost, delivery, quality & services.

Untuk tetap mendominasi pasar, Telkomsel perlu menerapkan konsep ketakterbatasan kreativitas dan inovasinya dalam kemasan ”paling digital” dalam produk over the top (OTT) dan 5G-nya. Dengan kontribusinya (termasuk intangible) yang 80% pada revenue Telkom Group, maka tak pelak Telkomsel harus siaga penuh di tahun 2022.

Mengantisipasi gangguan kedaulatan dirgantara Nusantara, TNI AU kita kini tengah menanti kehadiran jet-jet tempur multiperan generasi 4,5 buatan Dassault Rafale ke dalam skuadron tempurnya. “Si vis pacem para bellum”, bila ingin damai bersiaplah untuk perang.

Namun perang seluler adalah antitesis yang unik, karena betapa pun serunya pertempuran nanti, pada ujungnya yang diuntungkan adalah pelanggan. Sedari awal, regulator dituntut untuk memfasilitasi persaingan bisnis ini, sehingga tercipta win-win solutions.

Seluler Indonesia, selamat berperang dan semoga semua keluar sebagai pemenang.

Selamat Tahun Baru 2022.

Garuda Sugardo, IPU 31122021 (Tim Wantiknas, DPA Mastel, dan MKE PII).

Bagikan Berita :