UniPhore Ungkap Masih Kesenjangan di Pusat Layanan Pelanggan Selama Covid

Uniphore mengumumkan hasil survei terbaru yang dilakukan di era Covid. Survei ini mengenai tantangan signifikan yang dihadapi oleh konsumen dan pusat layanan pelanggan. Hal tersebut meliputi rasa frustrasi konsumen yang perlu menjadi catatan dan hilangnya peluang bagi berbagai bisnis. Terutama untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik seraya membangun kepercayaan dan loyalitas di seluruh kawasan Asia-Pasifik (APAC), khususnya Indonesia. Laporan tersebut juga mengungkap bahwa konsumen memiliki ekspektasi yang tinggi dalam hal pengalaman pelanggan. Konsumen merasa nyaman ketika mendapatkan penyampaian umpan-balik melalui tenaga kerja teknologi dan manusia.

Harapan interaksi pelanggan versus kenyataan

Pusat panggilan dan pengalaman pelanggan menjadi penentu kepercayaan konsumen. Keduanya menjadi semakin penting selama pandemi sebagai peluang untuk membangun koneksi dengan pelanggan. Namun, 47% konsumen lokal merasa kesal dan frustasi ketika diminta untuk menunggu saat mereka menghubungi pusat panggilan; 61% responden di Indonesia mengatakan mereka menunggu lebih dari 30 menit untuk mendapatkan jawaban. Selain itu, 18% konsumen mengatakan bahwa pertanyaan mereka tidak terselesaikan saat pertama kali menghubungi pusat panggilan.

Ravi Saraogi, Co-Founder & President APAC, Uniphore menyatakan bahwa, “Pusat kontak adalah jalan keluar untuk membantu permasalahan kritis mulai dari perawatan kesehatan hingga perjalanan serta perdagangan, dan merupakan salah satu cara paling ampuh untuk membangun loyalitas pelanggan. Namun, banyak konsumen yang saat ini masih merasa diremehkan karena agen pusat panggilan yang merasa kewalahan dan kekurangan tenaga kerja. Kami memiliki kemampuan untuk mengubah ini dan memberdayakan agen pusat panggilan dengan teknologi. Dukungan ini memungkinkan mereka untuk benar-benar mendengar suara pelanggan dan memberi jawaban serta dukungan yang berpengaruh.”

Mempercayai agen pusat kontak jarak jauh

Hampir setahun setelah pandemi, perusahaan di seluruh kawasan Asia Pasifik telah beralih ke pekerjaan jarak jauh. Hal ini menyebabkan bisnis beralih ke penggunaan chatbot, perekam suara interaktif, dan sosial media untuk berkomunikasi dengan konsumen.

Meskipun demikian, data survei mengungkap bahwa masih ada preferensi yang kuat dari konsumen lokal (57%) untuk berbicara langsung dengan agen manusia. Terutama saat menghubungi pusat panggilan perusahaan. Dengan kata lain, berbicara langsung dengan agen manusia menjadi metode yang lebih disukai untuk menghubungi perusahaan terkait suatu masalah. Hanya 22% konsumen lokal yang lebih memilih berinteraksi dengan chatbot sebagai interaksi pertama mereka. Dan hanya 10% konsumen di Indonesia yang menunjukkan bahwa mereka akan menghubungi perusahaan melalui media sosial.

Dengan perpindahan yang besar dan cepat ke pekerjaan jarak jauh, 67% konsumen di Indonesia menyatakan bahwa mereka mempercayai agen pusat kontak dengan informasi pribadi mereka saat bekerja dari jarak jauh. Dua negara yang paling mempercayai agen jarak jauh adalah India (74,5%) dan Vietnam (75,4%). Sedangkan Singapura menjadi negara dengan paling sedikit kepercayaan terhadap agen jarak jauh, yakni hanya 37%.

Mendengarkan pelanggan

Semakin jelas bahwa pusat kontak memberikan peluang bagi berbagai bisnis untuk membangun kepercayaan, loyalitas, dan meningkatkan dasar bagi pelanggan mereka, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada banyak bisnis. Timbulnya rasa frustrasi konsumen dengan pusat panggilan, dan solusi yang ditawarkan perusahaan dapat diselesaikan dengan teknologi otomatisasi.

Hasil survei juga mengungkapkan bahwa semakin banyak konsumen yang terbuka dalam mempercayai otomatisasi untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dengan perusahaan. 51% responden lokal yang menghubungi pusat panggilan mengharapkan beberapa jenis tindak lanjut setelah panggilan, sementara 52% lebih memilih ditindak-lanjuti dengan menggunakan email.

Dengan adanya peningkatan pelanggan yang menghubungi serta keinginan untuk mendapat informasi lebih dari perusahaan, agen akan kewalahan dengan jumlah pekerjaan pasca-panggilan jika mereka tidak bekerja sama dengan rekan kerja mereka yang berupa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI). Indonesia sudah bergerak ke arah yang benar, 41% konsumen di Indonesia sudah merasa nyaman jika perusahaan menggunakan teknologi AI untuk membantu pengalaman pelanggan, terutama jika teknologi tersebut membantu agen manusia. Walau jika dibandingkan dengan India (78%) dan Vietnam (72,5%) masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan di Indonesia untuk lebih menyatukan pekerjaan manusia dengan mesin di belakang layar.

Bagikan Berita :