Teknologi Turnitin Bantu Dunia Pendidikan Cegah Plagiarisme di Kalangan Siswa

Perusahaan teknologi untuk integritas akademik yang berbasis di Amerika, Turnitin, menaruh perhatian yang serius terhadap masalah plagiarisme.  Menurut Head of Business Partnerships Turnitin Asia Tenggara, Jack Brazel, budaya copy paste sering membuat para guru frustasi. Banyak kasus plagiarisme yang tampak dapat diterima dan memberi kesan merupakan hal biasa.

“Berbicara tentang plagiarisme kepada siswa ketika mereka secara rutin melihat banyak contoh plagiarisme, rasanya seperti kalah perang.  Betapapun frustrasinya kondisi ini, berita tentang plagiarisme masih merupakan topik hangat untuk didiskusikan. Hal ini sangat berguna dalam mengangkat masalah plagiarisme lebih nyata bagi siswa. Hal ini dapat memulai dialog yang bagus tentang mengapa hal itu salah. Kuncinya adalah bagaimana cara penyampaiannya,” ungkapnya.

Bagaimana plagiarisme ditemukan

Plagiarisme pada akhirnya akan terdeteksi meskipun seringkali butuh waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan puluhan tahun kemudian sehingga pada akhirnya penyalinannya akan terbongkar.

Brazel mengatakan sejarah dunia pendidikan dipenuhi dengan banyaknya contoh plagiarisme yang terbongkar sehingga berakibat pada pencabutan gelar serta, dalam banyak kasus, kehilangan pekerjaan.

“Dalam kasus yang lebih buruk, jika merupakan pelanggaran hak cipta, maka hal tersebut sudah terkategori sebagai tindakan kriminal, yang dapat dihukum penjara dan denda berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” imbuhnya.

Edukasi tentang plagiarisme

Menurut Brazel, edukasi dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa tenttang suatu kasus nyata plagiarsime seperti, “Apakah ini contoh plagiarisme? Mengapa atau mengapa tidak?” dan “Seberapa besar kemungkinan kemiripan ini adalah kebetulan?”  membuat siswa dapat menyelidiki kasus dugaan plagiarisme sehingga berguna dalam membantu mereka memikirkan masalah tersebut secara mendalam.

“Ini mungkin tampak kecil, tetapi banyak siswa melaporkan bahwa mereka paham betul tentang apa yang diinginkan pengajar mereka dalam hal plagiarisme. Memberi mereka kesempatan untuk berperan sebagai penyidik di lingkungan tanpa konsekuensi dapat membantu mereka memahami sisi lain dari masalah tersebut dengan lebih baik,” ungkapnya.

Siswa, kata Brazel, bahkan sejak usia dini, sudah menyadari bahwa konsekuensi dunia nyata tidak selalu sejalan dengan apa yang seharusnya.

“Misalnya, jika seorang novelis dituduh melakukan plagiarisme, tindakan apa yang harus dilakukan penerbitnya? Batalkan kontrak penerbitan? Perbaiki plagiarisme di edisi selanjutnya? Jawabannya sangat bergantung pada pandangan seseorang tentang plagiarisme dan sifat kasus itu sendiri.”

Model dialog semacam ini tidak hanya membuat siswa berpikir tentang kompleksitas dalam menanggapi plagiarism, tetapi juga membantu guru untuk memahami seberapa serius (atau tidak serius) siswa mereka dalam merespon isu ini.

 

Untuk menunjukkan konsekuensi jangka panjang, pendidik juga dapat meminta siswanya untuk membayangkan jika mereka memulai suatu pekerjaan tetapi tidak dapat melakukannya dengan benar karena mereka mengandalkan pekerjaan orang lain selama studi mereka. Bagaimana mereka mengatasinya? Ini akan membantu siswa melihat bagaimana menghindari plagiarisme memberi mereka kesempatan terbaik untuk menjadi kompeten dan percaya diri dalam karir mereka.

Mengembangkan Masyarakat Berintegritas

Plagiarisme merupakan sesuatu yang kemungkinan besar harus mereka tangani sepanjang hidup mereka. Dengan mengembangkan siswa yang memiliki integritas akademik, masyarakat sudah berinvestasi dalam membentuk individu yang berintegritas.

“Sangat penting untuk membentuk pola pikir siswa dalam menjunjung tinggi integritas. Mereka diajarkan mengakui pekerjaan orang lain dan tidak menjadikannya sebagai konten asli. Ini memastikan bahwa siswa dilengkapi dengan norma moral. Norma untuk menggunakan, mengutip, dan mengakui sumber akademis, menulis karya asli, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Lagipula, mengatasi plagiarisme bukan hanya tentang mencegah “kecurangan”. Ini tentang memberi siswa keterampilan dan pemahaman yang mereka butuhkan. Tujuannya agar unggul dalam karier apa pun yang mereka pilih,” tutup Brazel.

Bagikan Berita :